Postingan

Yang Tak Disentuh Gerakan Mahasiswa

Gambar
       Hari ini, Gerakan yang diusung Mahasiswa masih cenderung terjebak dalam romantisme masa lalu era sebelum reformasi. Pembicaraan mengenai Mahasiswa selalu menjadi sajian menarik dalam setiap obrolan. Selain mempunyai pendidikan tinggi, julukan Mahasiswa sebagai makhluk yang kritis dan idealis terdengar istimewa di tengah masyarakat. Dengan entitas spirit yang mengedepankan intelektualitas dan dialektika, Mahasiswa menjadi sosok yang berperan penting dalam percaturan sejarah sebuah bangsa. Ketika terjadi sebuah penyelewengan kekuasaan, Mahasiswa dengan lantang berada di garda terdepan sebagai penyeru keadilan. Keberanian dalam menguak kebenaran pun menjadi tekad yang melekat dalam diri mereka. Rumusan penggulingan kekuasaan bukan lagi dipandang sebagai sesuatu yang tabu. Runtuhnya rezim otoriteranisme Soeharto dan Totaliterianisme Soekarno menjadi bukti nyata keganasan Mahasiswa kala itu. Hari ini, pergerakan Mahasiswa masih menjadi

Tidak ada yang lebih baik di antara Mahasiswa organisator, akademis, dan aktivis.

Gambar
          Tidak ada yang lebih baik di antara Mahasiswa Organisator, Akademis, dan Aktivis. Semuanya sama saja—sama-sama menyedihkan—karena seberapa mentereng prestasi, pengalaman organisasi, atau aktivitas advokasi yang ada di CV mu, pada akhirnya kamu akan tetap menjual diri di pasar kerja. Mana yang lebih baik, menghabiskan waktu di kampus sebagai Mahasiswa Organisator, Akademis, atau Aktivis? Entah kenapa sampai sekarang saya masih gagal paham kenapa banyak sekali orang memperdebatkan pertanyaan konyol ini. Maksud saya, kenapa orang-orang suka sekali membanding-bandingkan, dan merasa label yang satu lebih bagus dari yang lainnya? Mahasiswa Organisator so called Pejabat Kampus macam anggota BEM dan PRESMA misalnya. Mereka senang sekali mengagung-agungkan skill kepemimpinan, komunikasi, dan sosial yang menurut mereka (biasanya sambil mengutip artikel tentang 20 skill yang dibutuhkan perusahaan di dunia kerja) jauh lebih pe

MAHASISWA : AKADEMIS ATAU AKTIVIS?

Gambar
   Tidak terasa, tahun ajaran baru akan tiba. Dalam waktu dekat ini, setumpuk aktifitas telah dipersiapkan civitas akademika untuk Mahasiswa barunya, mulai dari program pengenalan kampus atau lebih dikenal "OSPEK", Pengisian Kartu Rencana Studi (KRS), kampanye organisasi intra dan ekstra kampus (UKM, SENAT, BEM, dll), sampai pameran pendidikan pun siap menjadi bagian dari kesibukan Mahasiswa baru.      Lantas, cukupkah segudang kegiatan itu mampu mendorong mahasiswa mendapatkan peta perkuliahan mereka nanti? Dan hendak menjadi Mahasiswa dalam tipe apakah mereka? Ketika memasuki dunia perkuliahan, sering kita mendengar perdebatan mengenai keuntungan menjadi mahasiswa aktivis dan mahasiswa akademis. Dari situ muncul berbagai julukan baru seperti mahasiswa “kura-kura” (kuliah-rapat-kuliah rapat), mahasiswa “kupu-kupu” (kuliah-pulang-kuliah-pulang), dan seterusnya. Anehnya, perdebatan ini datang baik dari kalangan Mahasiswa Aktivis ataupun Mahasiswa Akademi

REVOLUSI MENTAL, APA KABAR NYA????

Gambar
             Sebelum kita membahas perkembangan Gerakan Revolusi Mental di INDONESIA, ada baik nya kita terlebih dahulu mengetahui apa itu Revolusi Mental.   Revolusi Mental  adalah gerakan sosial untuk bersama-sama menuju Indonesia yang lebih baik. Dilakukan dengan program “gempuran nilai” (value attack) untuk senantiasa mengingatkan masyarakat terhadap nilai-nilai strategis dalam setiap ruang publik. Kata "Revolusi Mental" terdiri dari dua suku kata yakni "Revolusi" dan "Mental". Oleh sebab itu harus dijelaskan satu persatu. Memang agak teoritis dan sedikit membosankan. Maka dari itu siap-siap saja supaya tidak salah paham.        Kata "Revolusi" pertama kali muncul abad 14 oleh Seorang ahli astronomi bernama Nicolaus Copernicus. Pada awalnya dia ingin mendiskripsikan benda-benda langit. Revolusi artinya "gerakan berputar" atau "gerakan sirkular".