MAHASISWA : AKADEMIS ATAU AKTIVIS?
Tidak terasa, tahun ajaran baru akan tiba. Dalam waktu
dekat ini, setumpuk aktifitas telah dipersiapkan civitas akademika untuk Mahasiswa
barunya, mulai dari program pengenalan kampus atau lebih dikenal
"OSPEK", Pengisian Kartu Rencana Studi (KRS), kampanye organisasi
intra dan ekstra kampus (UKM, SENAT, BEM, dll), sampai pameran pendidikan pun
siap menjadi bagian dari kesibukan Mahasiswa baru.
Lantas,
cukupkah segudang kegiatan itu mampu mendorong mahasiswa mendapatkan peta
perkuliahan mereka nanti? Dan hendak menjadi Mahasiswa dalam tipe apakah mereka?
Ketika memasuki dunia perkuliahan, sering kita mendengar
perdebatan mengenai keuntungan menjadi mahasiswa aktivis dan mahasiswa
akademis. Dari situ muncul berbagai julukan baru seperti mahasiswa “kura-kura”
(kuliah-rapat-kuliah rapat), mahasiswa “kupu-kupu”
(kuliah-pulang-kuliah-pulang), dan seterusnya. Anehnya, perdebatan ini datang
baik dari kalangan Mahasiswa Aktivis ataupun Mahasiswa Akademis.
Apapun tipe Mahasiswa yang kamu
pilih, masing-masing mempunyai nilai positif dan negatifnya. Pada kesempatan
ini, penulis akan mencoba mengurai manfaat menjadi mahasiswa Aktivis maupun Akademis.
Namun, sebelum itu kita perlu memahami bahwa tugas pokok seorang Mahasiswa
adalah menjadi pembawa pembaruan yang bermanfaat bagi masyarakat. Seorang Mahasiswa
semestinya tak hanya belajar di ruang kelas, tapi juga mampu menembus batas
jendela-jendela kelas dan masuk ke dimensi lebih luas dari arti tanggung jawab
sosialnya.
Betul memang, kita ada di kampus
untuk melaksanakan tanggung jawab Akademik sebagai prioritas utama, dan yang
pasti semua setuju akan hal ini. Orangtua menitipkan kita ke kampus untuk
menimba ilmu sebanyak-banyaknya sehingga apapun jalan yang kamu pilih nantinya,
kamu harus bermanfaat bagi sekitar.
Lalu, sebenarnya apa sih definisi
mahasiswa aktivis dan akademis?
Merujuk KBBI:
- Aktivis /ak·ti·vis/n 1 orang
(terutama anggota organisasi politik, sosial, buruh, petani, pemuda,
mahasiswa, wanita) yang bekerja aktif mendorong pelaksanaan sesuatu atau
berbagai kegiatan dalam organisasinya; 2 Pol seseorang
yang menggerakkan (demonstrasi dan sebagainya).
- /aka·de·mis//akadémis/ a 1 mengenai
(berhubungan dengan) akademi: soal-soal –; 2 bersifat
ilmiah; bersifat ilmu pengetahuan; bersifat teori, tanpa arti praktis yang
langsung: pelajaran yang diberikan terlalu —
Dari definisi tersebut kita dapat
memahami bahwa Mahasiswa Aktivis berkecimpung dalam organisasi sedangkan Mahasiswa
Akademis berkecimpung dalam kegiatan akademik/ilmiah.
Ibarat peta,
ragam dinamika kampus akan menuntun dan menawarkan pilihan bagi mahasiswa, mencari
apa dan hendak kemana adalah mutlak bagi mereka. Mahasiswa akan bermetamorfosa sesuai dengan
yang diinginkan, tumbuh berkembang menjadi aku-nya. Tidak ayal, pilihan menjadi
Aktifis, dan Akademisi adalah warna tersendiri. Lalu, bagaimana gambaran dari tipologi
Mahasiswa tersebut:
Mahasiswa
Aktifis:
"Gak aktif gak asiyik," naluri mahasiswa adalah kritis terhadap lingkungan sosial, politik, budaya, dan ekonomi disekitar mereka, peka terhadap gejala-gejala yang timbul di lingkungan masyarakat dan negara. Tidak dimungkiri, Mahasiswa dengan tipologi ini rela bermandikan keringat hanya untuk berdemonstrasi menolak kebijakan pemerintah yang tak pro rakyat, melayangkan berbagai tulisan dan kritik lainnya, melakukan bakti sosial di masyarakat danbejubel kegiatan lainnya. Sekilas, ini tipe ideal. Tetapi Mahasiswa Aktifis, harus pintar membagi waktu dan mengatur jadwal kegiatannya supaya tidak bergeser dari pesan orangtua "Nak kuliah yang benar, cepat selesai dan baktilah pada masyarakat" alias aktif bisa, belajar harus.
"Gak aktif gak asiyik," naluri mahasiswa adalah kritis terhadap lingkungan sosial, politik, budaya, dan ekonomi disekitar mereka, peka terhadap gejala-gejala yang timbul di lingkungan masyarakat dan negara. Tidak dimungkiri, Mahasiswa dengan tipologi ini rela bermandikan keringat hanya untuk berdemonstrasi menolak kebijakan pemerintah yang tak pro rakyat, melayangkan berbagai tulisan dan kritik lainnya, melakukan bakti sosial di masyarakat danbejubel kegiatan lainnya. Sekilas, ini tipe ideal. Tetapi Mahasiswa Aktifis, harus pintar membagi waktu dan mengatur jadwal kegiatannya supaya tidak bergeser dari pesan orangtua "Nak kuliah yang benar, cepat selesai dan baktilah pada masyarakat" alias aktif bisa, belajar harus.
Dari corak pemikiran Mahasiswa Aktifis, memang cenderung berapi-api, orasi berkoar-koar dan sangat bergairah. Apalagi jika lingkungan kampus juga sarat politik, maka Mahasiswa Aktifis berada dijalurnya, mereka tidak hanya belajar teori tapi juga merangsek lebih dalam diruang praktik, ruang publik. Tetapi, tidak ada yang sempurna, realita yang saya saksiskan di lingkungan kampus sendiri, banyak Mahasiswa Aktifis yang senang berlama-lama kuliah, mengejar impian politik dan jabatan lainnya yang dianggap prestisius.
Fenomena lainnya, Mahasiswa Aktifis juga tidak bersih dimata Mahasiswa dan lingkungan sosialnya. Terkadang, idiologi mereka juga sudah ditumpangi kepentingan elite politik dan kepentingan pribadi. Tidak jarang, setelah mendapat posisi di kampus, tidak ada aplikasi nyata kegiatan yang mengakomodir kepentingan Mahasiswa di kampus. Entahlah, dibalik lantangnya orasi dan semangat mengkritisi, ternyata masih banyak kesan negatif lainnya yang melekat pada sosok Mahasiswa aktifis ini.
Manfaat yang didapatkan ketika kita menjadi
mahasiswa aktivis.
1.
Melatih kepemimpinan dan public speaking
Dengan mengikuti organisasi kampus,
seorang mahasiswa aktivis biasanya akan memiliki sikap dan karakter yang lebih
aktif dibanding mereka yang tidak ikut organisasi. Kita akan lebih banyak
terlatih dalam mengutarakan pendapat di hadapan orang lain, ataupun
menggerakkan dan mengarahkan teman-teman sesama anggota ketika organisasi
sedang mengadakan suatu acara.
2. Belajar mengatur waktu
Dengan banyaknya kegiatan atau organisasi yang diikuti,
mahasiswa aktivis akan dituntut untuk belajar mengatur waktu. Kita harus cermat
dalam menggunakan setiap waktu agar keduanya perkuliahan maupun kegiatan
organisasi dapat berjalan dengan lancar dan tidak ada yang terbengkalai. Pada
mulanya kita mungkin akan kewalahan, tapi semakin lama kita akan terbiasa dan
lebih mudah menempatkan setiap hal sesuai porsinya.
3. Mengasah kemampuan
sosial
Seseorang yang bergabung dalam organisasi biasanya secara
sosial akan lebih aktif. Kita akan terlatih berinteraksi dengan berbagai macam
tipe orang—bukan hanya teman-teman satu jurusan, tapi juga dari program studi
lain. Hal itu tentu akan semakin memperluas pemahaman kita akan berbagai
karakteristik orang. Manusia adalah individu yang unik. Jadi, semakin luas
pergaulan kita, maka pemahaman kita akan manusia dapat semakin kaya.
4. Problem solving dan
manajemen konflik
Banyak berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki beragam
karakter membuat kita lebih memahami cara mengatasi suatu permasalahan. Kita
jadi tahu bagaimana berhadapan dengan orang yang memiliki karakteristik A, B,
C, dst.
5. Memperluas pergaulan dan jaringan
Dengan mengikuti organisasi dan kegiatan non-akademik
lainnya, kita akan bertemu dengan orang baru dan mengenal lebih banyak orang.
Kita pun memiliki lebih banyak teman. Selain itu, kita juga bisa bertemu dengan
orang-orang penting melalui jejaring yang kita miliki.
Mahasiswa
Akademisi:
Tidak perlu membayangkan tipe Mahasiswa satu ini. Tenang saja, tidak semua kutubuku berkacamata dan culun hehehe…. Di zaman serba maju ini, Mahasiswa Akademisi juga pandai memoles citra, mulai dari cara berbicara yang elegan, ilmiah dan cerdik, mereka juga cukup rapi. yaa seperti ungkapan Rosalie Maggio "anda takkan bisa membuat kesan pertama untuk kedua kalinya," jadi, kaum Akademisi cenderung hati-hati dalam menciptakan tradisi, kesan terpelajar sudah tentu menjadi backgound mereka.
Tidak perlu membayangkan tipe Mahasiswa satu ini. Tenang saja, tidak semua kutubuku berkacamata dan culun hehehe…. Di zaman serba maju ini, Mahasiswa Akademisi juga pandai memoles citra, mulai dari cara berbicara yang elegan, ilmiah dan cerdik, mereka juga cukup rapi. yaa seperti ungkapan Rosalie Maggio "anda takkan bisa membuat kesan pertama untuk kedua kalinya," jadi, kaum Akademisi cenderung hati-hati dalam menciptakan tradisi, kesan terpelajar sudah tentu menjadi backgound mereka.
Mahasiswa Akademisi lebih sering ke perpustakaan daripada ke mall, sering menggonta-ganti buku daripada ganti handphone, dll. Soal Akademik, itu wilayah mereka, membaca buku dan mengelaborasi berbagai ilmu untuk suatu penemuan sudah menjadi jiwa mereka. Bergabung dalam kelompok diskusi ilmiah adalah wadah kegiatan mereka dimana pelbagai persoalan akademik akan tumpah-ruah disitu, diulas dengan tepat, dikritik secara tajam, dibincangkan, sampai diperdebatkan pun menjadi fenomena yang lazim.
Selalu ada target dari matakuliah yang dipelajari pada setiap semester, idealnya mereka ingin mendapat nilai baik. Hitam di atas putih adalah keniscayaan, artinya; gemilang di forum harus dibuktikan dengan nilai ijazah yang baik
Beberapa manfaat
menjadi Mahasiswa Akademis!!!!
1. Dikenal dosen
Kehadiran Mahasiswa Akademis dalam perkuliahan tidak perlu
diragukan lagi. Apalagi ia bisa fokus pada tanggung jawab Akademiknya tanpa
terganggu oleh kesibukan lain. Keaktifan dan prestasi di dalam kelas membuat
tipe Mahasiswa ini dikenal oleh para dosen.
2. Berpikir logis
dan terstruktur
Pembelajaran di dalam kelas yang biasanya didominasi oleh
teori membentuk cara berpikir seorang Mahasiswa Akademis. Mengingat ilmu yang
diberikan sudah terstruktur dengan baik, maka kita pun dapat menyerap dan
menerapkannya secara terstruktur.
3. Punya
pengetahuan mendalam soal keilmuan yang ditekuni
Fokus pada kegiatan belajar di kelas memungkinkan kita untuk
menguasai jurusan yang ditekuni dengan maksimal. Dengan begitu, kita bisa lulus
dengan bekal pengetahuan yang mendalam soal bidang ilmu yang ditekuni.
4. Mendapatkan
beasiswa prestasi akademik
Dengan prestasi Akademik yang membanggakan, bukan tak mungkin
kita mendapat kesempatan untuk menerima beasiswa—baik dari dalam maupun luar
kampus. Peluang ini layak dimanfaatkan oleh Mahasiswa Akademis sehingga biaya kuliah yang dikeluarkan jadi lebih ringan.
Jadi
bagaimana kita akan bertindak?
Apakah menjadi Mahasiswa dengan IPK yang selalu
cumlaude,sehingga lupa bagaimana rasa bahagia ketika berbaur dengan sesama.atau
menjadi Mahasiswa yang berpengalaman di lapangan tetapi kurang dalam teori????
Disinilah
kita butuh keseimbangan antara prestasi dalam bidang Akademik dan pengalaman
berorganisasi. Kita butuh menjadi Mahasiswa Akademis yang paham akan berbagai
macam teori sehigga dapat lulus tepat waktu dan mendaat IPK sesuai harapan kita
dan kedua orangtua,dan kita juga butuh menjadai Mahasiswa yang Aktivis untuk
menabah pengalaman akan berbagai macam fenomana sosial sehingga kita sudah
terlatih dengan berbagai macam perilaku masyarakat ketika suatu saat kita
benar-benar tenjun langsung.
Tetapi, bagaimana caranya kita dapat menyeimbangkan keduanya secara
adil?
Caranya adalah bersikap adil dengan membagi rata keduanya.
(1) Kita
harus dapat memposisikan diri kita terlebih dahulu. Sesuai dengan pengalaman,
saya akan memprioritaskan tugas kuliah terlebih dahulu. Selesaikan tugas kuliah
terlebih dahulu, setelah itu barulah mengerjakan tugas-tugas organisasi,
sehingga sepenting-pentingnya organisasi bagi Mahasiswa, akan tetapi prioritaskan
yang lebih utama sebagai Mahasiswa yaitu kuliah.
(2) Buatlah
jadwal deadline atau agenda kecil. Hal ini mempermudah
Mahasiswa untuk dapat memanajemen waktu dengan baik. Sehingga Mahasiswa dapat
mengetahui kapan waktu untuk membuat tugas kuliah, kapan waktu mengerjakan
tugas Organisasi, sehingga waktu 24 jam sehari itu dapat bermanfaat dan tidak
sia-sia.
(3) Ingat
amanah orang tua. Amanah dari orang tua adalah yang pertama yaitu “kuliah”.
Kalau kita bisa merasakan bagaimana orang tua mencari biaya kuliah, hati anak
manusia mana yang tidak tersentuh. Coba renungkan sejenak dalam diri mengingat
perjuangan orang tua yang membiayai kita hingga sampai perguruan tinggi. Apakah
kita tahu bagaimana rasa lelah yang didapat ketika bekerja? Apakah orang tua
kita pernah mengeluh? Pasti tidak pernah, karena orang tua akan selalu
memberikan yang terbaik buat anaknya. Dengan kita dibayang-bayangi dan melihat
jerih payah orang tua kita, maka Mahasiswa pun akan sadar dengan dirinya
sendiri bahwasanya kita juga harus membuat orang tua kita bangga terhadap kita
apa yang kita lakukan.
Namun di sisi lain, seorang Mahasiswa
juga harus mengembangkan dirinya di luar kelas agar memiliki banyak pengalaman
bekerjasama dengan manusia lain, bagaimana bekerjasama, bagaimana menyelesaikan
masalah-masalah kehidupan yang tak bisa diselesaikan hanya dengan teori-teori Akademik.
Jadi, saran saya adalah teman-teman kuliah fokus pada target IPK yang
ingin hendak diraih, akan tetapi terjunlah di organisasi yang mendukung
pengembangan skill akademis,
pilihlah organisasi yang berisi orang-orang dengan satu semangat, satu visi
kuliah, sehingga antara kuliah dan organisasi dapat mendukung. Kuliah
prioritas, organisasi totalitas.
Komentar
Posting Komentar