SEJARAH BAHASA INDONESIA DAN PERKEMBANGAN NYA
Bahasa merupakan salah satu unsur
identitas nasional. Bahasa dipahami sebagai sistem perlambangan yang secara
arbiter dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan digunakan sebagai
sarana berinteraksi manusia. Di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah yang
mewakili banyaknya suku-suku bangsa atau etnis.
Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang
dijadikan sebagai bahasa resmi Republik Indonesia
dan bahasa persatuan
bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan
penggunaannya setelah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan
mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja.
Meskipun dipahami dan dituturkan
oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian
besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada
di Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali
menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan
dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia
digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat
lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga
dapatlah dikatakan bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif
mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya
dalam kurun waktu beberapa minggu.
Telah dikemukakan pada beberapa
kesempatan, mengapa bahasa melayu dipilih menjadi bahasa nasional bagi negara
Indonesia yang merupakan suatu hal yang menggembirakan.
Dibandingkan dengan bahasa lain yang
dapat dicalonkan menjadi bahasa nasional, yaitu bahasa jawa (yang menjadi
bahasa ibu bagi sekitar setengah penduduk Indonesia), bahasa melayu merupakan
bahasa yang kurang berarti. Di Indonesia, bahasa itu diperkirakan dipakai hanya
oleh penduduk kepulauan Riau, Linggau dan penduduk pantai-pantai diseberang
Sumatera. Namun justru karena pertimbangan itu jugalah pemilihan bahasa jawa akan
selalu dirasakan sebagai pengistimewaan yang berlebihan.
Alasan kedua, mengapa bahasa melayu
lebih berterima dari pada bahasa jawa, tidak hanya secara fonetis dan
morfologis tetapi juga secara reksikal, seperti diketahui, bahasa jawa
mempunyai beribu-ribu morfen leksikal dan bahkan beberapa yang bersifat
gramatikal.
Faktor yang paling penting adalah
juga kenyataannya bahwa bahasa melayu mempunyai sejara yang panjang sebagai
ligua France.
Dari sumber-sumber China kuno dan
kemudian juga dari sumber Persia dan Arab, kita ketahui bahwa kerajaan
Sriwijaya di sumatera Timur paling tidak sejak abad ke -7 merupakan pusat
internasional pembelajaran agama Budha serta sebuah negara yang maju yang
perdagangannya didasarkan pada perdagangan antara Cina, India dan pulau-pulau
di Asia Tenggara. Bahas melayu mulai dipakai dikawasan Asia Tenggara sejak Abad
ke-7. bukti-bukti yang menyatakan itu adalah dengan ditemukannya prasasti di
kedukan bukit karangka tahun 683 M (palembang), talang tuwo berangka tahun 684
M (palembang), kota kapur berangka tahun 686 M (bukit barat), Karang Birahi
berangka tahun 688 M (Jambi) prasasti-prasasti itu bertuliskan huruf pranagari
berbahasa melayu kuno.
Bahasa melayu kuno itu hanya dipakai
pada zaman sriwijaya saja karena di jawa tengah (Banda Suli) juga ditemuka
prasasti berangka tahun 832 M dan dibogor ditemukan prasasti berangka tahun 942
M yang juga menggunakan bahasa melayu kuno.
Pad zaman Sriwijaya, bahasa melayu
dipakai sebagai bahasa kebudayaan , yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha.
Bahasa melayu dipakai sebagai bahasa perhubungan antar suku di Nusantara.
Bahasa melayu dipakai sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa yang
digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar nusantara. Informasi
dari seorang ahli sejara China I-Tsing yang belajar agama Budha di Sriwijaya,
antara lain menyatakan bahwa di Sriwijay ada bahasa yang bernama Koen Loen
(I-Tsing : 63-159), Kou Luen (I-Tsing : 183), K’ouen loven (Ferrand, 1919),
Kw’enlun (Ali Syahbana, 1971 : 0001089), Kun’lun (parnikel, 1977 : 91),
K’un-lun (prentice 1978 : 19), ayng berdampingan dengan sanskerta.
Yang dimaksud dengan Koen-Luen
adalah bahasa perhubungan (lingua france) dikepulauan nusantara, yaitu bahasa
melayu. Perkembangan dan pertumbuhan bahasa melayu tampak makin jelas dari
peninggalan-peninggalan kerajaan islam, baik yang berupa batu tertulis, seperti
tulisan pada batu nisan di Minye Tujah, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun
hasil-hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti syair Hamzah Fansuri,
hikayat raja-raja Pasai, sejarah melayu, Tajussalatin dan Bustanussalatin.
Bahasa melayu menyebar kepelosok nusantara bersama dengan menyebarnya agama
islam diwilayah nusantara bahasa melayu mudah diterima oleh masyarakat
nusantara sebagai bahasa perhubungan antara pulau, antara suku, antara
pedagang, antar bangsa, dan antar kerajaan karena bahasa melayu tidak mengenal
tutur.
Terdapat beberapa faktor yang
menjadikan bahasa Melayu kemudian diangkat menjadi bahasa Indonesia, antara
lain :
1) Bahasa melayu sudah menjadi sebuah
lingua franca bagi bangsa Indonesia, bahasa perdagangan, dan bahasa
perhubungan.
2) Sistem bahasa Melayu yang cukup
sederhana, sehingga mudah untuk dipelajari karena bahasa melayu tidak mengenal
tingkatan bahasa.
3) Suku Jawa, Sunda, dan suku-suku
yang lainnya dapat dengan sukarela untuk menerima bahasa Melayu menjadi bahasa
Indonesia untuk digunakan sebagai bahasa nasional.
4) Bahasa Melayu memiliki
kesanggupan untuk digunakan sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang sangat
luas.
5) Pengguna bahasa Melayu bukan
hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada tahun 1945, pengguna bahasa Melayu
selain Republik Indonesia masih dijajah Inggris. Malaysia, Brunei, dan
Singapura masih dijajah Inggris. Pada saat itu, dengan menggunakan bahasa
Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negara-negara kawasan seperti
Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa ditumbuhkan semangat patriotik dan
nasionalisme negara-negara jiran di Asia Tenggara.
6) Jika bahasa Jawa digunakan,
suku-suku bangsa atau puak lain di Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh
suku Jawa yang merupakan puak (golongan) mayoritas di Republik Indonesia.
7). Bahasa Jawa jauh lebih sukar
dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus,
biasa, dan kasar yang dipergunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia,
derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat
menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.
Sejarah Perkembangan EYD
Ejaan adalah aturan atau cara
menulis kata-kata dengan menggunakan huruf menurut disiplin ilmu bahasa. Ejaan
ini diharapkan kepada para pemakai untuk memakai bahasa Indonesia dengan benar
sesuai dengan aturan. Yang pada akhirnya dapat terbentuk kalimat serta kata
yang mudah dan dapat untuk dipakai dalam komunikasi sehari-hari. Sesuai dengan
apa yang telah terjadi mengenai penyempurnaan ejaan dalam sejarah bahasa
Indonesia terdiri atas :
- Ejaan van Ophuijsen
Ejaan van Ophuijsen adalah ejaan bahasa Melayu yang dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen dibantu Moehammad Taib Soetan Ibrahim serta Nawawi Soetan Ma’moer untuk menyusun ejaan baru pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang dikenal ejaan van Ophuijsen tersebut resmi diakui pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan van Ophuijsen :
1)
Memakai ï untuk pembeda huruf i yang dipakai untuk akhiran dan digunakan
sebagai pengganti huruf y.
2) Menggunakan huruf oe untuk pengganti u dalam kata-kata antara lain : boeang, soeka, goeroe, boeloe, tidoer, dan lain sebagainya.
3) Menggunakan huruf j untuk pengganti huruf y dalam kata-kata antara lain: sajang, jang, dan lain sebagainya.
4) Menggunakan diakritik seperti petik satu sebagai pengganti huruf k seperti : ma’moer, pa’, dan lain sebagainya.
2) Menggunakan huruf oe untuk pengganti u dalam kata-kata antara lain : boeang, soeka, goeroe, boeloe, tidoer, dan lain sebagainya.
3) Menggunakan huruf j untuk pengganti huruf y dalam kata-kata antara lain: sajang, jang, dan lain sebagainya.
4) Menggunakan diakritik seperti petik satu sebagai pengganti huruf k seperti : ma’moer, pa’, dan lain sebagainya.
- Ejaan Soewandi
Ejaan Soewandi ialah ejaan dari sejarah bahasa Indonesia yang berlaku pada tanggal 17 Maret 1947. Ejaan Soewandi menggantikan ejaan yang sebelumnya. Ejaan Soewandi berlaku hingga tahun 1972, yang kemudian diganti dengan EYD atau Ejaan Yang Disempurnakan oleh menteri Mashuri Saleh pada masa itu. Pada tanggal 23 Mei 1972 menteri Mashuri mengesahkan penggunaan EYD dan menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai seorang menteri, Mashuri menandai dengan pergantian ejaan tersebut dengan mencopot nama jalan di depan kantor departemennya, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap. Ciri-ciri ejaan Soewandi antara lain :
1)
Huruf oe sudah tidak digunakan, digantikan dengan huruf u.
2) Penggunaan petik satu yang digunakan untuk bunyi sentak diganti dengan huruf k seperti : tidak, sentak, dan lain sebagainya.
3) Dapat menggunakan angka 2 untuk kata yang diulang, contohnya : makan2, lain2, main2, dan lain sebagainya.
4) Tidak ada perbedaan antara awalan menggunakan di- dengan kata depan di.
2) Penggunaan petik satu yang digunakan untuk bunyi sentak diganti dengan huruf k seperti : tidak, sentak, dan lain sebagainya.
3) Dapat menggunakan angka 2 untuk kata yang diulang, contohnya : makan2, lain2, main2, dan lain sebagainya.
4) Tidak ada perbedaan antara awalan menggunakan di- dengan kata depan di.
- Ejaan Yang Disempurnakan
Ejaan Yang Disempurnakan merupakan ejaan dari sejarah bahasa Indonesia yang diberlakukan pada tahun 1972. Ejaan Yang Disempurnakan menggantikan ejaan Soewandi. Tanggal 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama yang telah sudah ditandatangani oleh Tun Hussien Onn (Menteri Pelajaran Malaysia) serta Mashuri (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia). Dengan adanya pernyataan bersama tersebut didalamnya mengandung persetujuan untuk melakukan asas yang sebelumnya telah disepakati oleh ahli-ahli kedua negara mengenai Ejaan Yang Disempurnakan dan Ejaan Baru. Tanggal 16 Agustus 1972, dengan berdasarkan adanya Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972, diberlakukan sistem ejaan Latin untuk bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Ciri-ciri ejaan yang disempurnakan antara lain :
1)
Menggunakan huruf c yang mengganti tj seperti : contoh, cacing, dan lain
sebagainya.
2) Menggunakan huruf j untuk mengganti huruf Dj seperti: juta, jalan, jual, dan lain sebagainya.
3) Menggunakan kh untuk mengganti ch.
4) Perubahan dari awalnya penulisan nj menjadi ny.
5) Perubahan dari sj menjadi sy.
6) Perubahan dari huruf j menjadi y.
2) Menggunakan huruf j untuk mengganti huruf Dj seperti: juta, jalan, jual, dan lain sebagainya.
3) Menggunakan kh untuk mengganti ch.
4) Perubahan dari awalnya penulisan nj menjadi ny.
5) Perubahan dari sj menjadi sy.
6) Perubahan dari huruf j menjadi y.
Bahasa
Indonesia adalah bahasa yang terbuka. Maksudnya ialah bahwa bahasa ini banyak
menyerap kata-kata dari bahasa lain.
Asal bahasa
|
Jumlah kata
|
3.280 kata
|
|
1.610 kata
|
|
1.495 kata
|
|
677 kata
|
|
290 kata
|
|
131 kata
|
|
83 kata
|
|
63 kata
|
|
7 kata
|
Sumber: Buku berjudul "Senarai Kata Serapan dalam Bahasa
Indonesia" (1996) yang disusun oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa (sekarang bernama Pusat Bahasa).
Adapun
jumlah kata-kata yang diserap dari bahasa Nusantara dalam KBBI Edisi Keempat
ditunjukkan di dalam daftar berikut:
Asal
bahasa
|
Jumlah
kata
|
1109 kata
|
|
929 kata
|
|
223 kata
|
|
221 kata
|
|
153 kata
|
|
112 kata
|
|
100 kata
|
Fonologi
Bahasa Indonesia mempunyai 24 fonem (atau 28 fonem jika /f, z, S, x/ sudah
dianggap bahasa Indonesia).
Bahasa Indonesia juga mempunyai
diftong /ai/, /au/, dan /oi/. Namun, di dalam suku kata tertutup seperti air
kedua vokal tidak diucapkan sebagai diftong.
Selain itu, bahasa Indonesia juga
mempunyai bentuk semivokal [y] dan [w].
Bahasa Indonesia yang berasal dari
bahasa Melayu awalnya tidak mengenal adanya gugus konsonan, tetapi karena
pengaruh dari bahasa asing dan daerah ke dalam bahasa Indonesia ditemukan
cukup banyak gugus konsonan. Gugus konsonan dalam bahasa Indonesia
adalah /pl/, /bl/, /kl/, /fl/, /sl/, /pr/, /br/,
/tr/, /dr/, /kr/, /gr/, /fr/, /sr/, /ps/, /sw/, /sp/, /sk/,
/st/, /str/, /spr/, /skr/, dan /skl/.
Sistem Penulisan
Tata bahasa
Dibandingkan dengan bahasa-bahasa
Eropa, bahasa Indonesia tidak menggunakan kata bergender.
Sebagai contoh kata ganti seperti "dia" tidak secara spesifik
menunjukkan apakah orang yang disebut itu lelaki atau perempuan. Hal yang
sama juga ditemukan pada kata seperti "adik" dan "pacar"
sebagai contohnya. Untuk memerinci sebuah jenis kelamin, sebuah kata sifat
harus ditambahkan, "adik laki-laki" sebagai contohnya.
Ada juga kata yang berjenis
kelamin, seperti contohnya "putri" dan "putra". Kata-kata
seperti ini biasanya diserap dari bahasa lain. Pada kasus di atas, kedua kata
itu diserap dari bahasa Sanskerta
melalui bahasa Jawa Kuno.
Untuk mengubah sebuah kata benda
menjadi bentuk jamak digunakanlah reduplikasi (perulangan kata), tapi hanya jika jumlahnya
tidak terlibat dalam konteks. Sebagai contoh "seribu orang"
dipakai, bukan "seribu orang-orang". Perulangan kata juga mempunyai
banyak kegunaan lain, tidak terbatas pada kata benda.
Bahasa Indonesia menggunakan dua
jenis kata ganti orang pertama jamak, yaitu "kami" dan
"kita". "Kami" adalah kata ganti eksklusif yang berarti
tidak termasuk sang lawan bicara, sedangkan "kita" adalah kata
ganti inklusif yang berarti kelompok orang yang disebut termasuk lawan
bicaranya.
Susunan kata dasar yaitu Subjek -
Predikat - Objek (SPO), walaupun susunan kata lain juga mungkin. Kata kerja
tidak di bahasa berinfleksikan kepada orang atau jumlah
subjek dan objek. Bahasa Indonesia juga tidak mengenal kala (tense).
Waktu dinyatakan dengan menambahkan kata keterangan waktu (seperti, "kemarin"
atau "esok"), atau petunjuk lain seperti "sudah" atau
"belum".
Dengan tata bahasa yang cukup
sederhana bahasa Indonesia mempunyai kerumitannya sendiri, yaitu pada
penggunaan imbuhan yang mungkin akan cukup membingungkan
bagi orang yang pertama kali belajar bahasa Indonesia.
Awalan, akhiran, dan sisipan
Bahasa Indonesia mempunyai banyak awalan, akhiran, maupun sisipan, baik yang asli dari bahasa-bahasa
Nusantara maupun dipinjam dari bahasa-bahasa asing.
Dialek dan ragam bahasa
Pada keadaannya bahasa Indonesia
menumbuhkan banyak varian yaitu varian menurut pemakai yang disebut sebagai dialek dan varian menurut pemakaian yang
disebut sebagai ragam bahasa.
Dialek
dibedakan atas hal ihwal berikut:
1.
Dialek
regional, yaitu rupa-rupa bahasa yang digunakan di daerah tertentu sehingga
ia membedakan bahasa yang digunakan di suatu daerah dengan bahasa yang
digunakan di daerah yang lain meski mereka berasal dari eka bahasa. Oleh
karena itu, dikenallah bahasa Melayu
dialek Ambon, dialek Jakarta (Betawi), atau bahasa Melayu dialek Medan.
2.
Dialek
sosial, yaitu dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu atau
yang menandai tingkat masyarakat tertentu. Contohnya dialek wanita dan dialek
remaja.
3.
Dialek
temporal, yaitu dialek yang digunakan pada kurun waktu tertentu. Contohnya
dialek Melayu zaman Sriwijaya dan
dialek Melayu zaman Abdullah.
4.
Idiolek,
yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang. Sekalipun kita semua berbahasa
Indonesia, kita masing-masing memiliki ciri-ciri khas pribadi dalam
pelafalan, tata bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata.
Ragam bahasa dalam bahasa
Indonesia berjumlah sangat banyak dan tidak terhad. Maka itu, ia dibagi atas
dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan hubungan antarpembicara.
Ragam
bahasa menurut pokok pembicaraan meliputi:
5.
ragam
undang-undang
6.
ragam
jurnalistik
7.
ragam
ilmiah
8.
ragam
sastra
Ragam
bahasa menurut hubungan antarpembicara dibagi atas:
9.
ragam
lisan, terdiri dari:
1.
ragam
percakapan
2.
ragam
pidato
3.
ragam
kuliah
4.
ragam
panggung
10. ragam tulis, terdiri dari:
1.
ragam
teknis
2.
ragam
undang-undang
3.
ragam
catatan
4.
ragam
surat-menyurat
Dalam
kenyataannya, bahasa baku tidak dapat digunakan untuk segala keperluan,
tetapi hanya untuk:
11. komunikasi resmi
12. wacana teknis
13. pembicaraan di depan khalayak ramai
14. pembicaraan dengan orang yang dihormati
|
Perkembangan
Bahasa Indonesia
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Peristiwa-peristiwa
yang mempengaruhi perkermbangan bahasa Indonesia
2.
Pada
tahun 1908, Budi Utomo yang merupakan organisasi yang bersifat kenasionalan
yang pertama berdiri dan tempat terhidupnya kaum terpelajar bangsa Indonesia,
dengan sadar menuntut agar syarat-syarat untuk masuk ke sekolah Belanda
diperingan,. Pada kesempatan permulaan abad ke-20, bangsa Indonesia asyik
dimabuk tuntutan dan keinginan akan penguasaan bahasa Belanda sebab bahasa
Belanda merupakan syarat utam untuk melanjutkan pelajaran menambang ilmu
pengetahuan barat.
3.
Sarekat
islam berdiri pada tahun 1912. mula-mula partai ini hanya bergerak dibidang
perdagangan, namun bergerak dibidang sosial dan politik jga. Sejak berdirinya,
sarekat islam yang bersifat non kooperatif dengan pemerintah Belanda dibidang
politik tidak perna mempergunakan bahasa Belanda. Bahasa yang mereka
pergunakan ialah bahasa Indonesia.
4.
Dipimpin
oleh Dr. G.A.J. Hazue pada tahu 1908 balai pustaku ini didirikan. Mulanya
badan ini bernama Commissie Voor De Volkslectuur, pada tahun 1917 namanya
berubah menjadi balai pustaka. Selain menerbitkan buku-buku, balai pustaka
juga menerbitkan majalah.
5.
Hasil
yang diperoleh dengan didirikannya balai pustaka terhadap perkembangan bahasa
melau menjadi bahasa Indonesia dapat disebutkan sebagai berikut :
6.
Kongres
pemuda yang paling dikenal ialah kongres pemuda yang diselenggarakan pada
tahun 1928 di Jakarta. Pada hal sebelumnya, yaitu tahun 1926, telah pula
diadakan kongres p[emuda yang tepat penyelenggaraannya juga di Jakarta.
Berlangsung kongres ini tidak semata-mata bermakna bagi perkembangan politik,
melainkan juga bagi perkembangan bahasa dan sastra Indonesia.
7.
Dari
segi politik, kongres pemuda yang pertama (1926) tidak akan bisa dipisahkan
dari perkembangan cita-cita atau benih-benih kebangkitan nasional yang
dimulai oleh berdirinya Budi Utomo, sarekat islam, dan Jon Sumatrenan Bond.
Tujuan utama diselenggarakannya kongres itu adalah untuk mempersatukan
berbagai organisasi kepemudaan pada waktu itu.
8.
Pada
tahun itu organisasi-organisasi pemuda memutuskan bergabung dalam wadah yang
lebih besar Indonesia muda. Pada tanggal 28 Oktober 1928 organisasi pemuda
itu mengadakan kongres pemuda di Jakarta yang menghasilkan sebuah pernyataan
bersejarah yang kemudian lebih dikenal sebagai sumpah pemuda. Pertanyaan
bersatu itu dituangkan berupa ikrar atas tiga hal, Negara, bangsa, dan bahasa
yang satu dalam ikrar sumpah pemuda.
Peristiwa ini dianggap sebagai awal permulaan bahasa Indonesia yang sebenarnya, bahasa Indonesia sebagai media dan sebagai symbol kemerdekaan bangsa. Pada waktu itu memang terdapat beberapa pihak yang peradaban modern. Akan tetapi, tidak bisa dipumgkiri bahwa cita-cita itu sudah menjadi kenyataan, bahasa Indonesia tidak hanya menjadi media kesatuan, dan politik, melainkan juga menjadi bahasa sastra indonesia baru. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Kedudukan Bahasa Indonesia
1)
Lambang
identitas (jati diri).
2) Lambang kebanggaan bangsa Indonesia. 3) Sebagai alat pemersatu diberbagai kalangan masyarakat yang memiliki latar belakang etnis serta sosial-budaya, dan berbagai macam bahasa daerah yang berbeda-beda. 4) Sebagai alat penghubung antardaerah dan antarbudaya.
1)
Bahasa
resmi negara.
2) Digunakan sebagai bahasa pengantar resmi dalam lembaga pendidikan. 3) Bahasa resmi dalam perhubungan di tingkat nasional guna kepentingan pelaksanaan dan perencanaan pembangunan serta pemerintahan. 4) Bahasa resmi dalam pemanfaatan ilmu dan teknologi serta pengembangan kebudayaan.
Fungsi
Bahasa Indonesia
1. Fungsi Bahasa Indonesia Baku :
1)
Pemersatu : digunakan dalam hubungan sosial antar manusia.
2) Penanda kepribadian : dapat mengungkapkan jati diri dan juga perasaan. 3) Menambah wibawa : berfungsi untuk menjaga komunikasi yang santun. 4) Kerangka acuan : memiliki tindak tutur yang terkontrol.
2. Secara umum fungsi bahasa Indonesia berfungsi sebagai
alat komunikasi tulis maupun lisan. Menurut Santoso, dkk. bahwa bahasa
merupakan alat komunikasi yang mempunyai fungsi antara lain :
1)
Fungsi informasi : untuk mengungkapkan perasaan.
2) Fungsi adaptasi dan integrasi : terkait hubungannya dengan sosial. 3) Fungsi ekspresi diri : mendapatkan perlakuan terhadap sesama anggota masyarakat. 4) Fungsi kontrol sosial : berfungsi untuk mengatur tingkah laku.
3. Hallyday (1992) berpendapat bahwa fungsi bahasa yang
digunakan sebagai alat komunikasi guna kebutuhan :
1)
Fungsi instrumental : guna memperoleh sesuatu.
2) Fungsi regulatoris : agar dapat mengendalikan perilaku orang lain. 3) Fungsi intraksional : agar dapat berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain. 4) Fungsi personal : agar dapat berinteraksi dengan orang lain. 5) Fungsi heuristik : agar dapat menemukan dan belajar sesuatu. 6) Fungsi imajinatif : agar dapat menciptakan dunia imajinasi. 7) Fungsi representasional : agar dapat menyampaikan informasi. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
👌👌👌👌👌
BalasHapus