Indonesia Dijajah Ratusan Tahun Oleh Bangsa Eropa, Masa Sih?
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Halo Masbro-Mbaksis sekalian! Kali ini gue dateng
lagi mewartakan cerita seru tentang topik yang gak akan jauh-jauh dari
Sejarah. Bisa dibilang mungkin hampir semua dari pembaca artikel blog
ini adalah para pelajar Indonesia yang sejak kecil belajar
pelajaran sejarah sampe berbusa-busa tentang jatuh-bangunnya kekuasaan
politik maupun ekonomi di daerah geografis yang sekarang ini kita
namakan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari sedemikian panjang
rentang sejarah Indonesia yang lo pelajari, pastinya gak asing dengan
satu tema besar yang biasanya diberi istilah "Masa Penjajahan Eropa di
Indonesia" dong?
"Masa Penjajahan Eropa di Indonesia" yang kemungkinan besar selama
ini lo denger adalah sebuah masa yang dilukiskan ketika Indonesia
mengalami kekejaman panjang karena Indonesia dijajah oleh bangsa-bangsa
Eropa, diambil kekayaan alamnya, diperbudak, didiskriminasi
habis-habisan, dirampas haknya, dsb. Tapi betulkah seperti itu? Apakah
bener Indonesia itu dijajah sama Belanda 350 tahun? Apakah emang betul
bangsa-bangsa Eropa itu dateng buat menjajah tanah air kita yang kaya
dengan sumber daya ala
Salah Kaprah#1: Indonesia dijajah oleh Portugis
Nah, mungkin kebanyakan dari lo selama ini meyakini bahwa Portugis
adalah bangsa Eropa pertama yang dateng dan menjajah Indonesia. Nah,
dalam konteks ini, pertama-tama gua mau menekankan pada istilah
“dijajah”, dan juga “Indonesia” sebagai sebuah identitas politik.
Pertama-tama,gue mau nekenin bahwa sebelum Indonesia menyatakan
kemerdekaannya 17 Agustus tahun 1945, yang namanya “Indonesia” itu belum
ada men!
Pada saat bangsa Portugis lagi main-main ke wilayah Kepulauan Nusantara, dari tahun 1512 sampe 1575, yang ada tuh: Kesultanan Aceh, Kesultanan Demak, Kerajaan Sunda (Pajajaran), Kesultanan Banten, Kesultanan Gowa,
dsb. Belum ada pikiran sama sekali dari kerajaan-kerajaan tersebut
untuk bersatu jadi sebuah entitas politik, apalagi bernama Indonesia.
Jadi apakah bangsa Portugis pernah menjajah Indonesia? Ya, dalam konteks
ini jelas-jelas nggak dong, wong nama Indonesia aja belum ada.
Yang lebih tepat adalah Bangsa Portugis mendatangi wilayah yang kelak
bernama Indonesia ini, untuk ikut "main" dalam kancah perputaran ekonomi
dan perdagangan.
Terus, ngapain juga, coba, Bangsa Portugis main jauh-jauh sampai ke kawasan kepulauan Asia Timur dan Asia Tenggara?
The
nutmeg plant is native to Indonesia's Banda Islands. Once one of the
world's most valuable commodities, it drew the first European colonial
powers to Indonesia.
Nah, sekarang kalo kita mau telaah apakah betul Portugis itu
"menjajah" wilayah Nusantara ini, kita perlu tau alesan sebetulnya
kenapa bangsa Portugis ini kok bisa nyasar sampai ke Kepulauan Asia
Tenggara? Emang niatnya buat ngejajah atau gimana?
Jadi gini cerita awal mulanya, jauh sebelum Bangsa Eropa melakukan
penjelajahan ke wilayah Asia, mereka udah bisa menikmati kekayaan alam
dari wilayah Asia, terutama rempah-rempah dari para pedagang Arab di wilayah Eropa Selatan. Dalam
kebudayaan Eropa, rempah-rempah dari Timur yang selama ini dihadirkan
oleh para pedagang Arab itu udah sangat melekat jadi kebutuhan bangsa
Eropa sebagai perpaduan jenis obat, pengawet makanan, bumbu masakan, dan
juga simbol status sosial. Rempah-rempah jadi simbol status sosial? Iya
beneran! Makanan pesta yang kaya rasa akan rempah-rempah dari Timur
(yang harganya selangit itu) jadi salah satu indikator gengsi dan status
sosial kaum ningrat Eropa.
Walaupun Bangsa Eropa udah menikmati kekayaan alam dari wilayah Asia,
mereka belum pernah tau secara persis sumber asalnya dari mana, mereka
juga gak pernah ambil pusing untuk pergi jauh-jauh dateng ke kawasan
tersebut karena jalur distribusi perdagangan jalan darat ke Eropa udah
oke dengan "perpanjangan tangan" dari India sampai ke Arab. Jadi
pengetahuan Bangsa Eropa tentang asal-usul rempah-rempah itu bisa
dibilang cuma samar-samar. Mereka hanya tau rempah-rempah itu berasal
dari kawasan kepulauan yang sangat jauh di wilayah Timur, tempat yang
begitu asing bagi mereka, begitu misterius dan rahasia. Nah, situasi ekonomi dan jalur perdagangan rempah-rempah ke
Eropa yang aman dan nyaman selama ini berubah total gara-gara jalur
dagang darat ditutup oleh Kekhalifahan Utsmani, yang pada 29 Mei 1453 berhasil ngerebut kota Konstantinopel (Istanbul-Turki) yang emang jadi pintu masuk para pedagang dari timur buat jual tuh macem-macem rempah. Rempong dooong
jadinya! Karena kebutuhan rempah-rempah di Eropa tetap tinggi dan
persediaanya makin menipis, akhirnya Portugis dan Spanyol memutuskan
untuk cari jalan lain ke sumber rempah, yaitu melalui ekspedisi jalur
laut.
Ekspedisi demi ekspedisi dilaksanain sama para penjelajah yang dibiayain dari kas Kerajaan Spanyol (Cristoforo Colombo dan Fernão de Magalhães), dan Portugis (Dom Vasco da Gama, dan Bartolomeu Dias). Singkat kata singkat cerita, Affonso de Albuquerque (dibaca: Affoonsow Jabukéérki) berhasil nguasain Malaka (Februari 1511) dan mulai mengetahui tempat “rahasia” penghasil rempah paling mahal, yaitu Pulau Ambon (cengkeh), dan Pulau Banda (pala).
Sisa reruntuhan benteng Portugis A Famosa di Malaka (wilayah Malaysia)
Sejak saat itulah, Portugis menjadi salah satu pemain baru dalam
perekonomian dan perdagangan kawasan Timur Nusantara sampai akhirnya
tahun 1575 Portugis mutusin buat ninggalin monopoli di Nusantara ke
daerah Tiongkok dan Jepang karena wilayah Nusantara ini dinilai ga
strategis, kegedean, dan terlalu banyak persaingan dari pedangang lokal
maupun pedagang internasional.
Udah deh, gitu doang pengaruh Portugis yang sempet mampir
"sebentar" ke wilayah kepulauan Asia Tenggara. Secara geografis,
Portugis hanya pernah menguasai jalur perdagangan Malaka dan Pulau Timor
bagian timur (yang notabene secara politis terletak di luar wilayah
Negara Indonesia). Hal paling signifikan yang dilakukan oleh Portugis
hanyalah ikut bermain dalam tatanan perdagangan Nusantara yang
sebelumnya bebas menjadi dimonopoli oleh pihak Eropa, serta penyebaran
agama Katolik di bagian timur wilayah Nusantara. Jadi, kalo gua balik
lagi ke pertanyaan: apakah tepat kalo kita sebut Portugis pernah
menjajah Indonesia? Coba lo simpulkan dan evaluasi lagi berdasarkan
berbagai sumber yah
Salah Kaprah #2: Indonesia dijajah oleh Belanda selama 350 tahun
Oke, mungkin lo udah seriiing banget denger istilah "Dulu kita
dijajah sama Belanda selama 350 tahun! Terus setelah merdeka kita
dijajah sama bangsa sendiri". Nah sekarang balik lagi nih ke pertanyaan
semula, emang bener yah Belanda ngejajah Indonesia selama tiga setengah
abad? Belum lagi kata "menjajah" itu sendiri identik dengan kekejaman,
kerja paksa, perbudakan, dlsb. Apakah betul emang dulu Indonesia
mengalami penderitaan selama itu? Yuk kita bahas dulu!
Konferensi Meja Bundar Den Haag: August 23 - November 2, 1949
Pertama-tama, kita telusuri dulu kapan sih ada orang Belanda nongol
pertama kali di kepulauan ini? Oke, dari sumber sejarah yang selama ini
kita ketahuin kan namanya si Cornelis de Houtman
tuh, yang pertama kali nyampe ke Banten pada tanggal 27 Juni 1596. Kalo
aja penjajahan Belanda dianggep berakhir pas tahun 1949, pas
ditandatanganinnya Konferensi Meja Bundar,
berarti emang bener orang Belanda udah menjejakkan kaki di Indonesia
selama 353 tahun. Tapi bisa dibilang tepat ga tuh? Seperti yang elo
semua ketahuin, de Houtman dateng ke Kepulauan Nusantara sebagai penjelajah, bukan penjajah. Bahkan Perusahaan Perserikatan Hindia Timur atau Vereeningde Oost-Indische Compagnie
(VOC) aja belom didiriin pas dia berlabuh di Banten untuk pertama kali.
Jadinya moment pas pertama kali de Houtman dateng ke wilayan Nusantara
itu ga tepat dong kalo dibilang “ngejajah”.
Terus, kalo diambil dari tahun berdirinya VOC gimana? VOC didiriin
sejak 1602, enam tahun setelah ekspedisi de Houtman berhasil membukakan
jalan bagi penjelajah Belanda untuk melakukan aktivitas perdagangan di
Kepulauan Nusantara. Kalo kita itung sampe KMB, 1949, berarti total 347
tahun. Yaah hampir lah. Eitttss, tapi jangan sampe lo lupa nih, VOC itu beda dengan Negeri Belanda.
VOC tuh bukan negara men, tapi cuma nama satu perusahaan doang. Kerjaan
VOC itu bukannya nguasain daerah, tapi nguasain perdagangan regional di
Hindia Timur. Ibaratnya kalau jaman sekarang industri otomotif kita
dikuasai oleh perusahaan-perusahaan Jepang seperti Toyota, Honda,
Suzuki, Yamaha, dll, itu bukan berarti negara kita dijajah sama Jepang
kan?
Walaupun VOC dibekali hak yg kita kenal sebagai “Hak Oktroi” atau hak
istimewa yang ngebolehin mereka bikin benteng, punya tentara, berhak
berdiplomasi, dsb, tetep aja mereka intinya sebuah perusahaan yang punya
dewan komisaris (Heeren Zeventien) dan direktur utama
(Gubernur Jenderal), bukanlah mewakili sebuah negara Belanda. Jadi dalam
konteks “Indonesia dijajah 350 tahun sama Belanda”, pendirian VOC juga
bukanlah momentum yang tepat, karena sekali lagi VOC itu cuma satu
perusahaan dagang doang, bukanlah negara Belanda. Dalam konteks "menguasai" bisa dibilang VOC ga punya wilayah di Kepulauan Nusantara, selain Batavia dibangun sama Jan Pieterszoon Coen dari reruntuhan bandar Jayakarta.
Secara garis besar peran VOC dalam wilayan Nusantara ini hanyalah hak
monopoli dagang, yang bikin mereka dianggap sebagai “penguasa” lokal.
Tapi, kalau dalam konteks "menguasai" teritori politik, raja-raja lokal
di Nusantara masih punya kekuasaan penuh sama daerahnya. Daaaan, yang
paling penting, daerah operasi VOC tuh ngga seluas wilayah NKRI sekarang lho.
Cuma terbatas di Batavia sebagai markas, Banten sebagai salah satu
pelabuhan utama, Ambon-Banda sebagai daerah penghasil cengkeh dan pala,
Makassar dan sekitarnya untuk mengamankan jalur pengiriman rempah, dan
Priangan (Jawa Barat), sebagai tempat penanaman tanaman secara massal (Preanger stelsel).
Selain itu? Sebagian besar wilayah yang sekarang ini bernama Indonesia,
masih dikuasain raja masing-masing (Sultan Aceh, Sultan Mataram, Sultan
Gowa, Sultan Palembang, Sultan Banjar, dan Raja-raja Bali).
Okay, jadi apakah Negara Belanda sebetulnya nggak pernah menjajah
Indonesia? Apakah justru jangan-jangan selama ini Indonesia malah
dijajah cuma sama satu perusahaan bernama VOC doang?
Terus, jadinya kapan sih bener-bener dijajah sama Negeri
Belanda? Seperti yang kita ketahuin bersama, VOC akhirnya dibubarin
tahun 1799 oleh pemerintahan Republik Batavia (nama Negeri Belanda pas
itu), dan diambil alih langsung sama pemerintahan republik sejak 1800.
Sejak 1800 itulah nama daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan VOC
diganti jadi Nederlands Indie atau Dutch East Indies (dalam Bahasa
Indonesia disebut Hindia Belanda). Dan ini pun ga serta-merta menjajah
seluruh Indonesia yah. Dengan serangkaian perang dari tahun 1800 sampe
tahun 1914, barulah Belanda bisa nguasain hampir seluruh daerah
Indonesia sekarang (kecuali bagian dalam Kalimantan, dan pedalaman Papua
Barat). Jadi yaa, yang bener itu Negara Belanda ngejajah
Indonesia cuma dari 1914 - 1949, dengan masa istirahat karena penguasaan
Jepang sejak 1942 - 1945. Daan, totalnya berarti cuma 1949 - 1914 - 3 =
32 tahun!
Terus gimana ceritanya tuh muncul istilah dijajah sama Belanda selama 350 tahun?
Selidik punya selidik, pandangan ini nih bermula ketika Gubernur Jenderal Bonifacius Cornelis de Jonge yang dulu jadi pimpinan di Hindia Belanda sejak 1931 berpidato di depan masyarakat Batavia sambil nyebutin: “Nederlanders zijn hier al 300 jaar geweest en we zullen nóg minstens 300 jaar blijven”,
yang artinya kira2: “Belanda udah ada di sini sejak 300 taun yang lalu,
dan tetep bakal ada di mari 300 taun ke depan!”. Udah tentu doong, klo
diliat dari tahun pas dia mimpin, pidato ini sengaja ditujuin buat bikin
jiper para tokoh-tokoh pergerakan nasional yang lagi
semangat-semangatnya menggalang kekuatan rakyat nusantara. Hehehe. Jadi,
sekarang masih mau percaya omongan Gubernur Jenderal de Jonge atau
fakta sejarah?
Salah Kaprah #3: Siasat divide et Impera sering digunakan buat memecah belah Rakyat Indonesia
Buat lo yang gak tau divide et impera, itu bukan nama mantra sihir dalam Harry Potter yah. Divide et Impera itu
sebuah taktik politis "adu domba" untuk memecah belah sebuah wilayah
besar, hingga akhirnya terpecah jadi beberapa bagian kecil, untuk
kemudian lebih mudah dikuasai. Nah, dalam konteks ini banyak orang yang
masih berpikir bahwa para "penjajah dari Eropa" ini, dengan liciknya
menggunakan taktik divide et impera untuk memecah belah rakyat Indonesia. Nah, sekarang pertanyaan gua adalah : Rakyat Indonesia yang
mana yang dimaksud? Tapi kenapa istilah “divide et impera” ini
bener-bener santer banget yah didengungin sejak kita kecil? Dalam
konteks ini, gua gak sepakat dengan pernyataan bahwa siasat ini sering
digunakan untuk memecah belah rakyat Indonesia. Alesannya ya simpel,
lagi-lagi ya karena pas jaman segitu emang belum ada rakyat Indonesia
yang bersatu! Boro-boro kenal istilah Indonesia, ngerasa sebagai satu
kesatuan aja ga ada. Kita yang lahir setelah kondisi politik di
Indonesia dan dunia ini relatif stabil emang biasanya susah untuk
mandang bahwa seratus tahun yang lalu itu, kondisi geopolitis di dunia
ini ga kaya sekarang gini. Apalagi 300 tahun lalu dong, pas VOC mulai
menancapkan pengaruh perdagangannya di Kepulauan Nusantara. Mana ada
yang disebut “persatuan Indonesia”.
Pertanyaannya sekarang, apakah waktu Kesultanan Banten sedang perang
dengan Kesultanan Palembang di akhir abad 16 dan awal abad 17, VOC
melakukan divide et impera? Ya nggak, kedua kerajaan itu emang kepisah
kok. Apanya yang pecah-belah? apanya yang diadu-domba? Pas Kaum Adat dan
Kaum Paderi saling perang, apakah Belanda melakukan divide et impera?
Ya nggak, kedua kaum itu emang kepecah sebelum Belanda ngelakuin
intervensi demi mengamankan aset-asetnya di Sumatera Barat. Ketika Bone
ingin melepaskan diri dari “penjajahan” Kesultanan Gowa, apakah Belanda
melakukan siasat divide et impera? Lagi-lagi nggak, karena emang dua
entitas kerajaan itu emang selalu berseteru. Alih-alih ngelakuin divide
et impera, VOC dan Hindia Belanda lebih bersifat sebagai katalis dalam
semua konflik yang ada di Kepulauan Nusantara waktu itu. Keberpihakan
Belanda sangat menentukan pihak mana yang akhirnya menang perang.
Tapi, apakah Belanda ngga pernah sama sekali melakukan siasat divide
et impera selama berkuasa di Nusantara? Nah, khusus hal ini, emang
pernah kejadian beberapa kali. Tapi untuk jangka waktu kependudukan
ratusan tahun, siasat ini bisa dibilang jarang banget dipakai, yaitu
cuman tiga kali:
Sewaktu ngebelah Kesultanan Mataram jadi 4
bagian, Kesultanan Yogyakarta, Kesunanan Surakarta, Puri Mangkunegaran,
dan Puri Pakualaman, pada perjanjian Giyanti, 13 Pebruari 1755. Walaupun
ini juga ga bisa dibilang Belanda yang punya niat. Para
pangeran-pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwana I) dan Sambernyawa
(Sri Mangkunegara I) emang awalnya ngeberontak sama Sunan Pakubuwana III
sebagai raja Mataram yang sah, dan Sambernyawa ga pernah dilibatin sama
proses penyusunan Perjanjian Giyanti.
Sewaktu Snouck Hurgronje memetakan pola sosiologis masyarakat Aceh,
yang sangat berguna buat memecah belah masyarakat Aceh dan
ujung-ujungnya menangin perang Aceh yang mana Belanda ga menang-menang
dan udah rugi banyak secara finansial.
Sewaktu pemerintahan Hindia Belanda mengeluarkan Undang-undang Indische Staatsregeling
(ISR) pada tahun 1926. Pasal 163 dalam undang-undang tersebut nyebutin
bahwa warga Hindia Belanda dibagi jadi tiga golongan, yaitu 1) golongan
Eropa dan Jepang, 2) golongan Timur Asing, serta 3) golongan Bumiputera.
Oke, jadinya sekarang ngerti dong yah, bahwa ngga setiap
tindak-tanduk VOC dan Hindia Belanda selama di Nusantara ini bersifat
divide et impera. Buat lebih jelasnya lagi, mungkin bisa lo telusurin
artikel-artikel menarik tentang divide et impera (atau divide and rule)
di berbagai sumber.
Salah Kaprah #4: Penjajah dari Eropa selalu menyengsarakan masyarakat Indonesia.
Jika kita bicara tentang kependudukan bangsa Eropa di daerah
kepulauan Nusantara ini, kemungkinan yang terbersit di kepala lo adalah
hal-hal negatif yang dialami "bangsa Indonesia" pra-kemerdekaan.
Katakanlah, sepotong cerita tentang kediktatoran Herman Willem Daendels,
seorang gubernur jendral Hindia Belanda tahun 1808-1811 yang seringkali
dicitrakan sebagai manifestasi dari kekejaman. Mulai dari kerja rodi
lah, pembangunan jalan raya Daendels yang ngabisin ribuan nyawa lah,
sampe sistem pengadilan kelilingnya yang ga pandang bulu main
hukum-hukum aja orang-orang pribumi yang bersalah. Tapi masalahnya,
apakah jika kepemerintahan Daendels yang sewenang-wenang ini seolah-olah
merefleksikan hubungan dari kependudukan Bangsa Eropa di wilayah
Nusantara selama ratusan tahun? Sementara di sisi lain, kita mengenal Sir Thomas Stanford Raffles yang seringkali
dielu-elukan karena karyanya dalam membangun Kebun Raya Bogor, nemuin
Candi Borobudur, nemuin bunga Rafflesia Arnoldi, pengubahan sistem pengelolaan tanah (landrente) yang lebih nguntungin kaum pribumi yang punya tanah, dsb.
Penemuan dan pembangunan kembali Candi Borobudur
Dalam konteks ini, sebetulnya gua pengin lo semua melihat jaman
kependudukan bangsa Eropa di wilayah kepulauan Nusantara dari sisi yang
lain, bukan serta-merta kulit luar yang dengan gampangnya men-cap
keterlibatan Bangsa Eropa dalam sejarah Indonesia pra-kemerdekaan
sebagai "bangsa penjajah, kumpeni, diktator, pengeruk kekayaan negeri,
penyengsara rakyat, dan semacamnya". Sebaliknya, ada banyak banget
warisan dari bangsa Eropa, baik Belanda maupun Inggris yang manfaatnya
masih terasa sampai sekarang ini. Yang bahkan bisa dibilang, peran serta
mereka selama ratusan tahun, berkontribusi banyak dalam membangun
karakter dan tatanan fundamental dari Bangsa Indonesia.
Contohnya dari mulai hal yang paling sederhana, yaitu pembangunan secara fisik deh,
seperti infrastruktur sipil, rumah, jembatan, kanal. Jalan Raya
Daendels, rel kereta sepanjang Pulau Jawa, Sumetera, Sulawesi, dll.
Pendidikan K12 (12 tahun ajaran) yang hampir semua lo alami sendiri dari
SD - SMP - SMA yang merupakan adaptasi dari HIS - MULO - AMS yang
relatif bebas untuk semua kalangan (tanpa batasan sistem kasta seperti
yg dialami India yang dijajah Inggris). Belum lagi dari segi hukum,
mungkin selama ini lo gak sadar kalo kita mewarisi sistem peradilan dan
kodeks Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (KUHP) juga dari Belanda. Dari
tatanan administrasi politik, kita juga berhutang-budi pada
Belanda mempercayakan para bangsawan untuk jadi pemimpin residen, yang
akhirnya kita kenal sekarang dengan istilah Kabupaten.
Jalan Raya Pos (Anyer-Panarukan) yang dibangun pada masa pemerintahan Gubernur-Jenderal Herman Willem Daendels
Terakhir adalah hal yang paling penting dari semuanya adalah: rasa
kebersatuan kita sebagai satu wilayah geografis yang akhirnya bernama
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kalo bukan karena hubungan
dagang, ekonomi, serta tatanan sosial yang dikembangkan oleh
bangsa-bangsa Eropa selama ratusan tahun, bisa jadi Negara bernama
Indonesia tidak pernah terbentuk. Atau mungkin wilayah
geografis kepulauan dari Sabang sampai Merauke yang kita sekarang kita
kenal bernama Indonesia ini malah terbentuk menjadi beberapa negara
sendiri-sendiri, bisa-bisa yang muncul tuh Kesultanan Aceh Darussalam,
Kesultanan Jawa Mataram, Republik Banten, Republik Demokratik Borneo,
Republik Rakyat Tapanuli, dll. Nah lho, apa lo pernah kepikiran hal itu
sebelumnya? Jadi, kalo kita kembali pada pernyataan bahwa "Bangsa Eropa menjajah Indonesia dan menyengsarakan rakyat Indonesia selama ratusan tahun" itu terlalu cetek banget yah.
Pengalaman para leluhur kita dengan bangsa Eropa selama ratusan tahun
sangatlah dinamis dan juga kompleks, rasa-rasanya naif sekali kalau kita
menyimpulkan fakta sejarah hanya dari satu atau dua sisi saja. Makanya
kita perlu terus mengkaji serta mengevaluasi pemahaman kita akan segala
sesuatu, termasuk juga tentang sejarah negara kita sendiri.
Masyarakat Pakpak merupakan suatu kelompok suku bangsa yang terdapat di Sumatera Utara. Secara tradisional wilayah komunitasnya disebut Tanoh Pakpak. Tanoh Pakpak terbagi atas lima sub wilayah, yakni: Simsim, Keppas, Pegagan (semuanya terdapat di Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat), Kelasen (Kecamatan Parlilitan - Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kecamatan Manduamas dan Barus - Kabupaten Tapanuli Tengah) dan Boang (Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam). Dalam administrasi pemerintahan Indonesia saat ini, wilayah ini dibagi dalam dua provinsi (Sumatera Utara dan Nangroe Aceh Darussalam) dan lima kabupaten/kota (Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam) yang mengakibatkan tidak ada daerah tin...
Gambar halaman pertama Beowulf , sebuah teks dalam bahasa Inggris Kuno . Sejarah bahasa Inggris dimulai dengan kedatangan tiga suku Jermanik yang menginvasi Inggris pada abad ke 5 Masehi. Suku-suku ini, Sudut, Saxon dan Jute, menyeberangi Laut Utara yang sekarang ada di Denmark dan Jerman utara. Pada waktu itu penduduk Inggris berbicara bahasa Celtic. Tapi sebagian besar pengguna bahasa Celtic didorong ke barat dan utara oleh penjajah terutama ke tempat yang sekarang dikenal sebagai Wales, Skotlandia dan Irlandia. Sudut berasal dari Englaland dan bahasa mereka disebut Englisc, dari mana kata-kata Inggris dan Inggris diturunkan. Penyerbu atau penjajah Jerman memasuki Inggris di pantai timur dan selatan pada abad ke-5. Bahasa Inggris adalah bahasa Jerman Barat yang berasal dari dialek Anglo-Frisian yang dibawa ke Inggris oleh pe...
Human digestive system consists of channels and digestive glands. The digestive tract is a channel through which food is passed. There are many diseases that can attack the digestive tract, either from biological sources such as foods containing viruses or bacteria or other microorganisms, chemical sources such as overdose of drugs, as well as mechanical effects such as temperature and environment. digestion is very important for humans, because the performance of the digestive system will determine the absorbed nutrients and disposal of waste that is not needed by the body. The digestive system will also form a short chain essential amino acid (SCFA) that is useful in immune processes (immunity). having a healthy digestion will strengthen the body's immune system that protects the body from various diseases, destroying and eliminating foreign microorganisms (bacteria, parasites, fungi, viruses, tumors) that enter the body. Nevertheless, awareness of digestive health in society ...
Komentar
Posting Komentar